NARQWE

NARQWE
ini adalah salah satu lambang dari marhalah priode 2010-2011 yang diberi nama man has latest narqwe

Blog Archive

Minggu, 20 Maret 2011

nama ahlussunnah waljamaah

Muhadits adalah ulama ahli hadis, orang yang mengetahui seluk beluk hadis.

Berikut ini daftar ulama2 hadis mulai generasi Sahabat sampai era kotemporer beserta tahun wafatnya :

1. Generasi Sahabat (Radhiyallahu ‘anhum ) :
• Abu Bakr Ash-Shiddiq
• Umar bin Al-Khaththab
• Utsman bin Affan
• Ali bin Abi Thalib
• Ibnu Umar
• Ibnu Abbas
• Ibnu Az-Zubair
• Ibnu Amr Bin Ash
• Ibnu Mas’ud
• Aisyah
• Ummu Salamah
• Zainab
• Anas bin Malik
• Zaid bin Tsabit
• Abu Hurairah
• Jabir bin Abdillah
• Abu Said Al-Khudri
• Mu’adz bin Jabal

2. Generasi tabi’in Rahimahumullah antara lain:
• Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H
• Said bin Al-Musayyib wafat 90 H
• Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
• Urwah bin Az-Zubair wafat 94 H
• Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H atau setelahnya
• Said Bin Jubair wafat sekitar 95 H
• Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H
• Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H
• Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq wafat 106 H
• Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H
• Muhammad bin Sirin wafat 110 H
• Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H <– mufti madinah, yang pertama kali membukukan hadis berdasarkan perintah Khalifah Umar Bin Abdul Azis.

3. Generasi tabi’ut tabi’in dan tokoh mereka Rahimahumullah :
• Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H
• Al-Auza’i wafat 157 H
• Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H
• Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H
• Malik bin Anas wafat 179 H <– penulis Al Muwatha’ kitab hadis tertua yang sampai kepada kita, masih bisa dijumpai sekarang ini.
• Sufyan bin Uyainah wafat 193 H
• Ismail bin Aliyah wafat 193 H

4. Kemudian pengikut mereka di antara tokoh mereka Rahimahumullah:
• Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H
• Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H
• Abdurrahman bin Mahdi wafat 198 H
• Yahya bin Said Al-Qathan wafat 198 H
• Muhammad Bin Idris As Syafii wafat 204 H <– nashirus sunnah, yg meyakinkan para ulama ke-hujjah-an hadis ahad yg sahih.
• Affan bin Muslim wafat 219 H

5. Kemudian murid-murid mereka (Rahimahumullah) :
• Yahya bin Ma’in wafat 233 H
• Ali bin Al-Madini wafat 234 H
• Ishak Bin Rahawaih wafat 238 H <– guru Imam Bukhari yg menganjurkan dan menginspirasi Imam Bukhari u/n membukukan hadis2 yg sahih saja.
• Ahmad bin Hanbal wafat 241 H <– penulis Musnad Imam Ahmad

6. Kemudian penerus mereka di antaranya (Rahimahumullah) :
• An Nasa’i wafat 234 H
• Al-Bukhari wafat 256 H <– penulis Jamius Sahih, kitab hadis paling sahih
• Abu Zur’ah wafat 264 H
• Muslim wafat 271 H <– penulis Sahih Muslim, kitab hadis paling sahih ke-2
• Ibnu Majah wafat 273 H
• Abu Dawud : wafat 275 H
• Abu Hatim wafat 277 H
• At-Turmudzi wafat 279 H
• Ad Darimi wafat 280 H
• Al Bazar wafat 290 H

7. Kemudian yang berikutnya antara lain (Rahimahumullah) :
• Ibnu Jarir Ath Thabari wafat 310 H
• Ibnu Khuzaimah wafat 311 H <– penulis Al Mustadrak
• Ath-Thahawi wafat 321 H
• Ibnu Hibban wafat 354 H
• Al-Ajurri wafat 360 H
• Ath Thabrani wafat 360 H
• Ad-Daruquthni wafat 385 H <— Muhadis terakhir yg diakui kredible penilainnya menurut Khatib Al Baghdadi
• Ibnu Baththah wafat 387 H
• Ibnu Abu Zamanain wafat 399 H
• Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H <— dikenal terlalu mudah men-dhaif-kan rawi.

• Al-Lalika’i wafat 416 H
• Abu Nu’aim wafat 430 H <– penulis Hilyaul Awliya
• Ash Shabuni wafat 449 H
• Al-Baihaqi wafat 458 H
• Ibnu Abdil Bar wafat 463 H
• Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H <– yang mengkodifikasi ilmu musthalah hadis seperti yang sekarang ini.
• AI-Baghawi wafat 516 H
• Muhammad Abdul Ghani wafat 600 H
• Ibnu Qudamah wafat 620 H

9. Di antara murid dan penerus mereka (Rahimahumullah) :

• Ibnu Ash-Shalah wafat 643 H
• Majduddin lbnu Taimiyah wafat 652 H <– bukan Ibn Taimiyah Al Harani

• Al Mundziri wafat 656 H
• Ibnu Abi Syamah wafat 665 H

• An Nawawi wafat 676 H <– penulis syarah sahih Muslim
• Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 1-1
• Adz-Dzahabi wafat 748 H <– penulis Siyar Alam Nubala
• Zainudin Al Iraqi wafat 806 H <– penulis Al Mugni, Takhrij Ihya Ulumuddin
• Ibnu Hajar Atsqolani wafat 852 H <– penulis Fathul Bari
• Jalaludin As Suyuthi wafat 911 H <– penulis Jamius Saghir
• Murtadla Az Zabidi wafat 1205 H
• As Syauqani wafat 1255 H <– penulis Nailul Authar

Menurut Imam Khatib Al Baghdadi, muhadist terakhir yang penilaiannya kredible dan diakui telah berhenti pada Daraquthni. Jadi muhadits setelah Daraquthni penilaiannya tidak diakui atau dianggap tidak kredibel.

Jadi muhadits setelah Daraquthni hanya bisa menukil penilaian muhadits era Daraquthni dan yang sebelumnya, walaupun realitanya setelah Daraquthni masih ada muhadits yang “berani” memberi penilaian secara mandiri seperti : Hakim An Nishaburi dan Adz Dzahabi.

Muhadits setelah Adz Dzahabi tidak ada lagi yang berani dan lancang memberi penilaian keadaan rawi. Mereka hanya menukil saja penilaian muhadits sebelumnya.

Yang bisa dilakukan oleh Muhadits kotemporer adalah :

a. Menukil penilaian muhadits terdahulu, misalnya : rawi A dhaif menurut Bukhari, rawi B tsiqoh menurut Ahmad.

b. Membuat daftar rawi2 yang diterima oleh para muhadits terdahulu, kemudian menilai hadis berdasarkan daftar rawi2 tersebut. Misalnya menilai hadis A riwayat Turmudzi sahih menurut syarat Bukhari, artinya hadis A diriwayatkan oleh Turmudzi yg tidak tercantum dalam Sahih Bukhari namun rawi2 nya ada dalam daftar rawi2 yang dipakai Bukhari dalam Sahih Bukhari.

c. Men-takhrij (meneliti derajad hadis) berdasarkan penilaian rawi2 muhadits terdahulu, kemudian menyimpulkannya. Contoh rawi A di dhaifkan oleh Hakim, tapi Hakim dikenal terlalu mudah men-dhaifkan rawi, tapi rawi A di tsiqoh kan oleh Abu Dawud, maka disimpulkan rawi A tsiqoh.

d. Menyusun kitab hadis dengan kategori tertentu, misalnya : kumpulan hadis hukum, kumpulan hadis fadhail amal, kumpulan hadis ttg tarikh/sejarah, dsb.

e. Menghafal hadis, matan dan sanadnya.

Yang TIDAK BOLEH dilakukan oleh muhadits kotemporer adalah :

a. Jahil dan lancang menilai sendiri keadaan rawi, tanpa menukil penilaian muhadits terdahulu.

b. Menukil penilaian rawi tanpa menyebutkan menurut siapa (muhadits terdahulu)

c. Menyelisihi penilaian muhadits terdahulu.

d. Membuat kaidah baru diluar ketentuan musthalah hadis yang sudah baku. Contohnya : membagi derajad hadis hanya menjadi dua, yaitu : Sahih-Hasan dan Dhaif-Maudlu’.

Kriteria Muhadits Rabbani yang ideal :
- Punya guru dengan sanad yg muthasil ke para imam penulis kitab hadis.
- Menguasai Mutsthalah hadis : dirayah dan riwayah.
- Sampai ke derajad Hafidz (hafal 100.000 hadis) matan dan sanadnya.
- Mampu men takhrij hadis berdasarkan penilaian muhadist terdahulu (bukan lancang menurut penilaian dirinya sendiri).
- Akidahnya lurus (ahlus sunnah wal jama’ah).
- Diakui ke taqwa-an, ke-saleh-an dan kebaikan akhlaknya.

Kalau Muhadits ideal tidak terpenuhi, maka cukuplah kriteria Muhadits ilmiah :

- Menguasai berbagai kitab hadis, walaupun tidak hafal tapi bila disebutkan suatu hadis tahu letaknya ada di kitab hadis yang mana.

- Mampu men-takhrij hadis berdasarkan penilaian ulama terdahulu.
Comments (0)
5 Februari 2009
Kesalahan/Kelemahan Albani Dalam Menilai Hadis
Filed under: Tak Berkategori — ahmadfaruq @ 19:48

Albani mendloifkan sejumlah hadits Imam Bukhori dan Muslim

Oleh : Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof

Dalam kitab “Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), Albani berkata bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim !? Baik, marilah sekarang kita melihat bukti-buktinya : SELEKSI TERJEMAHAN DARI JILID II

No. 1 : (Hal. 10 no. 1)
Hadis : Nabi SAW bersabda : ”Allah SWT berfirman bahwa ‘Aku akan menjadi musuh dari tiga kelompok orang : 1). Orang yang bersumpah dengan nama Allah namun ia merusaknya, 2). orang yang menjual seseorang sebagai budak dan memakan harganya, 3). Dan orang yang mempekerjakan seorang pekerja dan mendapat secara penuh kerja darinya (sang pekerja -pent) tetapi ia tidak membayar gajinya (HR. Bukhori no. 2114 -versi bahasa arab, atau lihat juga versi bahasa inggris 3430 hal. 236). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini dhoif dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 4111 no. 4054′. Sedikitnya apakah ia tidak mengetahui bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhori dari Abu Hurairah ra. !!!

No. 2 : (Hal. 10 no. 2)
Hadis : ‘Berkurban itu hanya untuk sapi yang dewasa, jika ini menyulitkanmu maka dalam hal ini kurbankanlah domba jantan !! (HR. Muslim no. 1963 - versi bahasa arab, atau lihat versi bahasa inggris 34836 hal. 1086). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’, 664 no. 6222′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibn Majah dari Jabir ra. !!!

No. 3 : (Hal. 10 no. 3)
Hadis : Diantara manusia yang terjelek dalam pandangan Allah pada hari
kiamat, adalah seorang lelaki yang mencintai istrinya dan istrinya
mencintainya juga, kemudian ia mengumumkan rahasia istrinya (HR. Muslim No. 1437 - versi bahasa arab). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2197 no. 2005′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Sayid ra. !!!

No. 4 (Hal. 10, no. 4)
Hadis : “Jika seseorang bangun pada malam hari (untuk sholat malam -pent), hendaknya ia mengawali sholatnya dengan 2 raka’at yang ringan (HR. Muslim No. 768). Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu I213 no. 718′. Walaupun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!

No. 5 : (Hal. 11 no. 5)
Hadis : ‘Engkau akan dibangkitkan dengan kening ,tangan, dan kaki yang
bercahaya pada hari kiamat, dengan menyempurnakan wudhu ..’ (HR. Muslim No. 246). Al-Albani mengklaim bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu’ 2/14 no. 1425′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. !!

No. 6 : (Hal. 11 no. 6)
Hadis : ‘Kepercayaan paling besar dalam pandangan Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang tidak mengumumkan rahasia antara dirinya danistrinya’ (HR. Muslim no. 124 dan 1437). Al-Albani menyatakan bahwa hadisini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 2192 no. 1986′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud dari Abi Sayidra. !!!

No. 7 : (Hal. 11 no. 7)
Hadis : ‘Jika seseorang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Al-Kahfi,ia akan terlindungi dari fitnah Dajal’ (HR. Muslim no. 809). Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 5233 no. 5772′. Kalimat yang digunakan oleh Imam Muslim adalah ‘menghafal’ dan bukan ‘membaca’ sebagaimana klaim Al-Albani ! Sungguh sebuah kesalahan yang sangat fatal ! Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad, dan Nasa’i dari Abu Darda ra. (Juga dinukil oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin 21021 - versi bahasa inggris) !!!

No. 8 : (Hal. 11 no. Cool
Hadis : ‘Nabi SAW mempunyai seekor kuda yang dipanggil dengan ‘Al-Lahif”(HR. Bukhori, lihat Fath Al-Bari li Al-Hafidz Ibn Hajar 658 no. 2855.Tetapi Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam ‘Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuhu, 4208 no. 4489′. Sekalipun hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahl Ibn Sa’ad ra. !!!

Syeikh Al-Saqof berkata : ‘Ini merupakan kemarahan dari orang yang sakit, sedikit dari (penyimpangan -pent) yang banyak dan jika bukan karena takut akan terlalu panjang dan membosankan pembaca, saya akan menyebutkan lebih banyak contoh dari Kitab-kitabnya Al-Albani ketika membacanya. Saya mencoba membayangkan apa yang akan saya temukan jika mengkaji ulang semua yang ia
tulis ?’.

KELEMAHAN AL-ALBANI DALAM MENELITI HADIS (jilid 1 hal. 20)

Syeikh Saqof berkata : ‘Hal yang aneh dan mencengangkan adalah bahwa Syeikh
Al-Albani banyak menyalahpahami sejumlah besar hadis para Ulama dan tidak
mengindahkan mereka, diakibatkan pengetahuannya yang terbatas, baik secara
langsung atau tidak langsung. Ia memuji dirinya sendiri sebagai sumber yang
‘tidak terbantahkan’ dan seringkali mencoba meniru para Ulama Besar dengan
menggunakan sejumlah istilah seperti ‘Lam aqif ala sanadih’, yang artinya
‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’, atau menggunakan istilah yang serupa
! Ia juga menuduh sejumlah penghafal hadis terbaik dengan tuduhan ‘kurang
teliti’, meskipun ia sendiri (yaitu Al-Albani -pent) adalah contoh terbaik
untuk menggambarkannya (yaitu seorang yang bermasalah tentang
ketelitiannya -pent). Sekarang akan kami sebutkan beberapa contoh untuk membuktikan penjelasan kami :

No. 9 : (Hal. 20 no. 1)
Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 6251 no. 1847′ (dalam kaitannya dengan sebuah riwayat dari Ali ra.) : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.

Syeikh Saqof berkata : ‘Sangat menggelikan ! Jika Al-Albani memang benar adalah salah satu dari Ulama dalam Islam, maka ia akan mengetahui bahwa hadis ini dapat ditemukan dalam kitab ‘Sunan Baihaqi’ 7121 : yang diriwayatkan oleh Abu Sayid Ibn Abi Amarah, yang berkata bahwa Abu al-Abbas Muhammad Ibn Yaqub, yang berkata kepada kami bahwa Ahmad Ibn Abdal Hamid berkata bahwa Abu Usama dari Sufyan dari Salma Ibn Kahil dari Muawiya Ibn Sua’id, ‘Saya menemukan (hadis -pent) ini dalam kitab Ayahku dari Ali ra.’!!

No. 10 : (Hal. 21 no. 2)
Al-Albani menyatakan dalam ‘Irwa Al-Gholil 3283 : hadis dari Ibn Umar ra. :’Ciuman adalah riba (’Kisses are Usury’ - versi bahasa inggris). : ‘Saya tidak dapat menemukan sanadnya’.

Syeikh Saqof berkata : ‘Hal ini adalah kesalahan yang fatal, karena secara pasti hadis ini dinukil dalam ‘Fatawa Al-Shaykh Ibn Taymiyya Al-Misriyah (3/295)’ : ‘Harb berkata Ubaidillah Ibn Muadz berkata kepada kami, Ayahku berkata kepadaku bahwa Sua’id dari Jiballa mendengar dari Ibn Umar ra. Berkata :’Ciuman adalah riba’. Dan seluruh perawi hadis ini adalah terpercaya menurut Ibn Taimiyah !!!

Hadis dari Ibn Mas’ud ra. : ‘Al-Qur’an diturunkan dengan 7 dialek. Semua
yang ada dalam versi ini mempunyai makna eksplisit dan implisit dan semua larangan sudah pula dijelaskan’. Al-Albani menyatakan dalam penelitiannya atas kitab ‘Mishkat Masabih 180 no. 238, bahwa penulis dari ‘Mishkat’ mengomentari sejumlah hadis dengan kalimat ‘Diriwayatkan dalam Sharhus Sunnah’, tetapi ketika ia meneliti ‘Bab Ilm wa Fadhoil Al-Qur’an’ ia tidak dapat menemukannya !

Syeikh Saqof berkata : Para Ulama Besar telah berbicara ! SALAH, sebagaimana biasanya. Saya berharap untuk meluruskan ‘penyimpangan’ ini, hanya jika ia (yaitu Al-Albani -pent) memang serius serta tertarik untuk mencari hadis ini, maka kami persilahkan ia untuk melihat Bab yang berjudul ‘Al-Khusama fi al-Qur’an’ dari Sharh-us-Sunnah’ (1/262), dan diriwayatkan juga oleh Ibn Hibban dalam Shahih-nya (no. 74), Abu Ya’ala dalam Musnad-nya (no.5403), At-Tahawi dalam Sharh al-Mushkil al-Athar (4/172), Bazzar (3/90 Kashf al-Asrar) dan Haitami telah menyebutkannya dalam Majmu’ al-Zawaid (7/152) dan ia menisbatkannya kepada Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Tabarani dalam Al-Autsat, yang menyatakan bahwa para perawinya adalah terpercaya’ !!!.

No. 12 : (Hal. 22 no. 4)
Al-Albani menyatakan dalam ‘kitab Shohih-nya’ ketika mengomentari Hadis no. 149 : ‘Orang beriman adalah orang yang tidak memenuhi perutnya . . Hadis ini berasal dari Aisyah ra. sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Mundhiri (3/237) dan Al-Hakim dari Ibn Abas ra.. . Saya (Albani) tidak menemukannya dalam Mustadrak al-Hakim setelah mencarinya dalam ‘bagian pemikiran’ (’Thoughts’ section - versi bahasa inggris).

Syeikh Saqof berkata : ‘Tolong jangan mendorong masyarakat untuk jatuh dalam kebodohan dengan kekacauan yang engkau lakukan !! Jika engkau meneliti Kitab Mustadrak Al-Hakim (2/12), engkau akan menemukan hadis ini ! Hal ini membuktikan bahwa engkau tidak mampu untuk menggunakan indeks buku dan hafalan hadis !!!?.

No. 13 : (Hal. 23)
Penilaian yang lain yang juga menggelikan apa yang dilakukan oleh Albani dalam Kitab ‘Shohih-nya 2/476′, ketika mengklaim bahwa hadis : ‘Abu bakar adalah bagian dariku, sambil memegang posisi dari telingaku’, tidak ada dalam kitab ‘Hilya’.

Syeikh Saqof berkata : Kami menyarankan engkau untuk kembali melihat kitab “Hilya , 4/73 !”

No. 14 : (Hal. 23 no. 5)
Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/638 no. 365, edisi keempat :
‘Yahya ibn Malik telah diabaikan oleh enam Ulama Hadis yang Utama, karena ia tidak disebutkan dalam kitab Tahdzib, Taqrib atau Tadzhib’.

Syeikh Saqof berkata: ‘Ini adalah menurut persangkaanmu ! Kenyataannya sebenarnya tidak seperti itu, karena secara pasti Ia (yaitu Al-hafidz Ibn Hajar -pent) telah menyebutkannya (yaitu Yahya ibn Malik -pent) dalam Tahdhib Al-Tahdhib li Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani (12/19 - Edisi Dar El-Fikr) dengan nama kuniyah Abu Ayub Al-Maraghi’ !!!. Maka berhati-hatilah!!!

No. 15 : (Hal. 7)
Al-Albani mengkritik Imam Al-Muhadis Abu’l Fadl Abdullah Ibn Al-Siddiq
Al-Ghimari (Rahimahullah) ketika menyebutkan dalam kitabnya “Al-Kanz
Al-Thamin” sebuah hadis dari Abu Hurairah ra. yang berkaitan dengan perawi Abu Maimunah : ‘Sebarkan salam, berilah makan faqir-miskin …’.

Al-Albani menyatakan dalam ‘Silsilah Al-Dhoifah, 3/492′, setelah menisbatkan hadis kepada Imam Ahmad (2/295) dan lainnya, : ‘Saya katakan bahwa sanad hadis ini ‘Dhoif’ (lemah), Daraqutni telah berkata bahwa ‘Qatada dari Abu Maimuna dari Abu Hurairah : Tidak dikenal (Majhul), dan hadisnya ditinggalkan’. Al-Albani kemudian berkata pada paragraf yang sama : ‘Sebagai catatan, sesuatu yang aneh terjadi diantara Imam Suyuti dan Al-Munawi ketika mereka meneliti hadis ini, dan saya juga telah menunjukkannya pada hadis no. 571, bahwa Al-Ghimari juga salah ketika menyebutkan hadis ini dalam ‘Al-Kanz ‘.

Akan tetapi realitanya menunjukkan bahwa Al-Albani-lah yang sebenarnya paling sering melakukan kesalahan, ketika ia membuat kontradiksi yang besar dengan menggunakan sanad yang sama dalam “Irwa al-Ghalil, 3/238″, tatkala ia berkata : ‘Dinukil oleh Imam Ahmad (2/295), Al-Hakim . . . dari Qatada dari Abu Maimuna dan ia adalah perawi yang terpercaya dalam kitab ‘Al-Taqrib’, dan Hakim berkata : ‘A Sahih Sanad’, dan Al-Dhahabi setuju dengan penilaian Imam Hakim ! Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan ini ! Lalu siapakan menurut pendapat anda yang melakukan kesalahan dan penyimpangan, apakah
Al-Muhaddis Al-Ghumari (termasuk Imam Suyuti and Munawi) ataukah Al-Albani ?

No. 16 : (Hal. 27 no. 3)
Al-Albani hendak melemahkan hadis yang membolehkan para wanita memakai perhiasan emas, dimana pada sanad hadis itu terdapat seorang perawi bernama Muhammad ibn Imara. Al-Albani mengklaim bahwa Abu Hatim berkata bahwa perawi ini adalah ‘tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’, lihat kitab “Hayat al-Albani wa-Atharu. . . jilid 1, hal. 207.”

Yang sebenarnya bahwa Imam Abu Hatim Al-Razi menyatakan dalam Kitabnya ‘Al-Jarh wa At-Ta’dil, 8/45′: ‘Perawi yang baik akan tetapi tidak begitu kuat (Laisa bi Al-Qowi)’. Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa Al-Albani menghilangkan kalimat ‘Perawi yang baik’ ! .

NB - Al-Albani telah membuat sejumlah hadis yang melarang emas untuk para wanita menjadi hadis yang shohih, walaupun sebelumnya sejumlah Ulama telah menyatakan bahwa hadis-hadis ini adalah ‘Dhoif’ dan dihapus dengan hadis lain yang membolehkan emas bagi wanita. DR. Yusuf al-Qardawi berkata dalam bukunya : ‘Islamic Awakening between Rejection and Extremism’ (judul dalam versi bahasa Inggris -pent) hal. 85: ‘Pada masa kami muncullah Syeikh Nasirudin Al-Albani dengan pendapat-pendapatnya, yang ternyata banyak bertentangan dengan kesepakatan (Ijma’) yang membolehkan para wanita untuk menghiasi dirinya dengan emas, dimana pendapat ini telah diterima oleh seluruh Madzhab selama 14 abad lamanya. Ia (yaitu Al-Albani -pent) tidak hanya menyakini bahwa hadis-hadis ini adalah shohih, akan tetapi hadis ini
juga tidak dihapus (dinasakh ketentuan hukumnya -pent). Sehingga, ia
menyakini bahwa hadis-hadis itu melarang cincin dan anting emas bagi wanita. Sehingga kalau demikian faktanya, maka siapakah yang menetang Ijma’ Umat dengan pendapat-pendapatnya yang ekstrim ?!? .

No. 17 : (Hal. 37 no. 1)
Hadis : Mahmud ibn Lubaid ra. berkata : ‘Rasul SAW telah mendapat informasi tentang seorang lelaki yang telah menceraikan istrinya sebanyak tiga kali (dalam satu duduk), kemudian beliau menjadi marah dan berkata: ”Apakah ia hendak mempermainkan Kitab Allah , tatkala aku masih ada diantara kalian ? kemudian seorang lelaki berdiri dan berkata : ‘Wahai Nabi Allah, apakah saya boleh membunuhnya ?” (HR. An-Nasa’I).

Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini adalah ‘Dhoif’ dalam penelitiannya
pada “Mishkat al-Masabih, 2/981 (edisi ketiga, Beirut 1405 H; Maktab
Al-Islami)”, ketika dia berkata : ‘Orang ini adalah terpercaya, tetapi
sanadnya terputus karena ia tidak mendengar hadis ini dari ayahnya’.

Al-Albani kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia lakukan sebelumnya dalam Kitab-nya yang berjudul “Ghayatul Maram Takhrij Ahadith al-Halal wal Haram, no. 261, hal. 164, edisi ketiga, Maktab al-Islami, 1405 H”; dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!!

No. 18 : (Hal. 37 no. 2)
Hadis : ‘Jika salah seorang dari kalian tidur dibawah (sinar) matahari dan
ada bayangan menutupi dirinya, dan sebagian dirinya berada dalam bayangan itu dan bagian yang lain terkena (sinar) matahari, hendaknya ia bangun’. Al-Albani menyatakan bahwa Hadith ini ‘SAHIH’ dalam penelitiannya pada “Shahih Al-Jami’ Al-Shaghir wa Ziyadatuh (1/266/761)”, tetapi kemudian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ pada penelitiannya atas kitab “Mishkat Al-Masabih, 3/1337 no. 4725, edisi ketiga”, dan ia menisbatkan hadis ini pada kitab ‘Sunan Abu Dawud’ !”

No. 19 : (Hal. 38 no. 3)
Hadis : ‘Sholat Jum’at adalah wajib bagi setiap muslim’. Al-Albani menilai
bahwa Hadith ini adalah hadis ‘Dhoif’, pada penelitiannya di kitab “Mishkat
Al-Masabih, 1/434″, Dan berkata : ‘Perawi hadis ini adalah terpercaya tetapi (sanadnya) tidak bersambung sebagaimana diindikasikan oleh Imam Abu Dawud’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam Kitab “Irwa al-Ghalil, 3/54 no. 592″, dengan menyatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang ‘SAHIH’ !!! Maka berhati-hatilah, Wahai orang yang bijaksana !?!

No. 20 : (hal. 38 no. 4)
Al-Albani membuat kontradiksi yang lain. Ia menganggap Al-Muharrar ibn Abu Huraira sebagai perawi terpercaya di satu tempat dan didhoifkan ditempat yang lain. Al-Albani menyatakan dalam kitab “Irwa al-Ghalil, 4/301″ bahwa ‘Muharrar adalah terpercaya dengan pertolongan Allah SWT, dan Al-Hafiz (yaitu Ibn Hajar) mengomentarinya ‘Dapat diterima’, bahwa pernyataan ini (yaitu penilaian Al-Hafidz Ibn Hajar -pent) tidak dapat diterima, oleh karena itu sanadnya shohih’. Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah 4/156″ dimana ia menjadikan sanadnya ‘Dhoif’, dengan berkata : ”Para perawinya seluruhnya adalah para perawi Imam Bukhori” , kecuali Al-Muharrar yang merupakan salah satu perawi Imam An-Nasa’I dan Ibn Majah saja. Ia tidak dipercaya kecuali hanya Ibn Hibban, dan karena sebab itulah Al-Hafidz Ibn Hajar tidak mempercayainya, hanya saja ia berkata ‘Dapat Diterima’ ?!? Berhati-hatilah dari penyimpangan ini !!

No. 21: (hal. 39 no. 5)
Hadis : Abdullah Ibn Amr ra. : ‘Sholat Jum’at menjadi wajib bagi siapapun
yang medengar seruannya’ (HR. Abu Dawud). Al-Albani menyatakan bahwa hadis adalah hadis ‘Hasan’ dalam “Irwa Al-Ghalil 3/58″, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’, dalam Kitab “Mishkatul Masabih 1/434 no 1375″ !!!

No. 22 : (Hal. 39 no. 6)
Hadis : Anas Ibn malik ra. berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda :
‘Janganlah menyulitkan diri kalian sendiri, kalau tidak Allah akan
menyulitkan dirimu. Tatkala ada manusia yang menyulitkan diri mereka, maka Allah-pun akan menyulitkan mereka’ (HR. Abu Dawud).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkat, 1/64″, Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Hasan’ dalam Kitab “Ghayatul Maram, Hal. 141″ !!

No. 23 : (Hal. 40 no. 7)
Hadis dari Sayidah Aisyah ra. : ‘Siapapun yang memberitahukan kepadamu bahwa Nabi SAW buang air kecil dengan berdiri, maka jangan engkau mempercayainya. Beliau tidak pernah buang air kecil kecuali beliau dalam keadaan duduk’ (HR. Ahmad, An-Nasa’I dan At-Tirmidzi).

Al-Albani menyatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’ dalam “Mishkat 1/117.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ dalam “Silsilat Al-Ahadis Al-Shahihah 1/345 no. 201″ !!! Maka ambillah pelajaran dari ini, wahai pembaca yang mulia !?!

No. 24 : (Hal. 40 no. Cool
Hadis : Ada 3 kelompok orang, dimana para Malaikat tidak akan mendekat : 1). Mayat dari orang kafir; 2). Laki-laki yang menggunakan parfum wanita; 3). Seseorang yang melakukan jima’ (hubungan sex -pent) sampai ia membersihan dirinya’ (HR. Abu Dawud).
Al-Albani meneliti hadis ini dalam “Shahih Al-Jami Al-Shaghir wa Ziyadatuh, 3/71 no. 3056″ dengan menyatakan bahwa hadis ini ‘HASAN’ pada penelitian dalam kitab “Al-Targhib 1/91″ [Ia juga menyatakan hadis ini 'Hasan' pada bukunya yang diterjemahkan dakam bahasa inggris dengan judul 'The Etiquettes of Marriage and Wedding, hal. 11]. Kemudian ia membuat pertentangan yang aneh dengan menyatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ pada penelitiannya dalam kitab “Mishkatul-Masabih, 1/144 no. 464″ dan menegaskan bahwa para perawi hadis ini adalah terpercaya, namun sanadnya ada yang terputus antara Al-Hasan Al-Basri dan Ammar ra., sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Mundhiri dalam Kitab ‘Al-Targhib (1/91)’ !?!

No. 25 : (Hal. 42 no. 10)
Imam Malik meriwayatkan bahwa ‘Ibn Abbas ra. biasanya meringkas sholatnya pada jarak perjalanan antara Makkah dan Ta’if atau Makkah dan Usfan atau antara Makkah dan Jeddah’ . . . .

Al-Albani mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat, 1/426 no. 1351″,
tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya dengan dengan mengatakan bahwa hadis yang sama sebagai hadis ‘SAHIH’ dalam “Irwa Al-Ghalil, 3/14″ !!

No. 26 : (Hal. 43 no. 12)
Hadis : ‘Tinggalkan orang-orang Ethoipia selama mereka meninggalkanmu, karena tidak seorangpun akan mengambil harta yang berada di Ka’bah kecuali seseorang yang mempunyai dua kaki yang lemah dari Ethoipia’.

Al-Albani telah mendhoif-kan hadis ini dalam kitab “Mishkat 3/1495 no.
5429″ dengan mengatakan bahwa : “Sanad hadis ini Dhoif”. Tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan sebelumnya (sebagaimana kebiasannya), dengan mengoreksi penilaiannya atas hadis yang sama dalam Kitab “Shahihah, 2/415 no. 772.”

No. 27 : (Hal. 32)
Ia memuji Syeikh Habib al-Rahman al-Azami dalam kitab ‘Shahih Al-Targhib wa Tarhib, hal. 63′, dimana ia berkata : ‘Saya ingin agar anda mengetahui satu hal yang membanggakan saya ….. dimana kitab ini telah dikomentari oleh Ulama yang terhormat dan terpandang yaitu Syeikh Habib al-Rahman al-Azami” . . . dan ia juga mengatakan pada halaman yang sama, ”Dan yang membuatku lebih merasa senang dalam hal ini, bahwa kajian serta hasil penelitian ini ditanggapi (dengan baik -pent) oleh Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . .”

Al-Albani yang sebelumnya memuji Syeikh al-Azami dalam buku diatas, kemudian membuat pertentangan lagi dalam pengantar dari bukunya yang berjudul ‘Adab Az-Zufaf’ (The Etiquettes of Marriage and Wedding), edisi terbaru hal. 8, dimana ia disitu berkata : ‘Al-Ansari telah menggunakan dalam akhir dari suratnya, salah satu dari musuh As-Sunnah, Hadis dan Tauhid, dimana orang yang terkenal dalam hal ini adalah Syeikh Habib Al-Rahman Al-Azami. . . . . disebabkan karena sikap pengecutnya dan sedikit mengambil dari para Ulama . . . . .”

NB : (Nukilan diatas berasal dari Kitab ‘Adab Az-Zufaf’ , tidak ditemukan
dalam terjemahan versi bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh para
pengikutnya, yang menunjukkan mereka dengan sengaja tidak menerjemahkan bagian tertentu dari keseluruhan kitab tersebut). Oleh karena itu perhatikan penyimpangan ini, Wahai para pembaca yang mulia ?!?

No. 28 : (Hal. 143 no. 1)
Hadis dari Abi Barza ra. : ‘Demi Allah, engkau tidak akan menemukan orang yang lebih (baik -pent) daripada diriku’ (HR. An-Nasa’I 7/120 no. 4103).

Al-Albani mengatakan bahwa Hadis ini adalah ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih
Al-Jami wa Ziyadatuh, 6/105 no. 6978″, dan secara aneh menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, pg. 164 no. 287.”Maka berhati-hatilah dari penyimpangan ini ?!?

No 29 : (Hal. 144 no. 2 )
Hadis dari Harmala Ibn Amru Al-Aslami dari pamannya : ”Melempar batu
kerikil saat ‘Jimar’ dengan meletakkan ujung ibu jari pada jari telunjuk”
(Shahih Ibn Khuzaimah, 4/276-277 no. 2874) .

Al-Albani sedikit saja mengetahui kelemahan dari hadis ini yang dinukil
dalam “Shahih Ibn Khuzaimah”, (dengan berani -pent) ia mengatakan bahwa sanad hadis ini adalah ‘Dhoif’, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa hadis yang sama adalah ‘SAHIH’ pada “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 1/312 no. 923 !”

No 30 : (Hal.144 no. 3 )
Hadis dari Sayyidina Jabir ibn Abdullah ra. : ”Nabi SAW pernah ditanya
tentang masalah ‘junub’ … bolehkah ia (yaitu orang yang sedang
junub -pent) makan, minum dan tidur …Beliau menjawab : ‘Boleh’, jika orang ini melakukan wudhu’ ” (HR. Ibn Khuzaimah no. 217 ; HR. Ibn Majah no. 592).

Al-Albani telah menuduh bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam komentarnya dalam “Ibn Khuzaimah, 1/108 no. 217″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status dari hadis diatas dalam kitab “Shahih Ibn Majah, 1/96 no. 482 ” !!

No. 31 : (Hal. 145 no. 4)
Hadis dari Aisyah ra. : ‘Tong adalah tong (A vessel as a vessel), sedangkan makanan adalah makanan’ (HR. An-Nasa’I , 7/71 no. 3957).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘SAHIH’ dalam “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 2/13 no. 1462″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Dhoif Sunan Al-Nasa’i, no. 263 hal. 157″ dengan menyatakan
bahwa hadis ini adalah ‘Dhoif’ !!!

No. 32 : (Hal. 145 no. 5)
Hadis dari Anas ra. : Hendaknya setiap orang dari kalian memohon kepada Allah SWT untuk seluruh kebutuhannya, walaupun untuk tali sandal kalian jika ia putus’.

Al-Albani menyatakan bahwa Hadis diatas adalah ‘HASAN’ dalam penelitiannya pada kitab “Mishkat, 2/696 no. 2251 and 2252″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini dalam kitab “Dhoif Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/69 no. 4947 dan 4948″ !!!

No 33 : (Hal. 146 no. 6 )
Hadis dari Abu Dzar ra. : ”Jika engkau ingin berpuasa, maka berpuasalah
pada tengah bulan (antara tanggal -pent) 13,14 dan 15 (tiap bulan qomariyah -pent)”.

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif Sunan
An-Nasa’i, hal. 84″ dan pada komentarnya dalam kitab “Ibn Khuzaimah, 3/302 no. 2127″, kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan mengoreksi status hadis ini sebagai hadis yang ‘SAHIH’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 2/10 no. 1448″ dan juga mengoreksinya dalam kitab “Shahih An-Nasa ‘i, 3/902 no. 4021″ !! Sungguh kontrdiksi yang sangat aneh ?!?

NB : (Al-Albani menyebutkan hadis ini dalam ‘Shahih Al-Nasa’i’ dan dalam
‘Dhoif An-Nasa’I’, yang membuktikan bahwa ia tidak memperhatikan apa yang telah ia lakukan dan kelompokkan). Betapa mengherankannya hal ini !?!.

No. 34 : (Hal. 147 no. 7)
Hadis dari Sayidah Maymunah ra. : ”Tidak seorangpun mengambil pinjaman, maka hal itu pasti berada dalam pengetahuan Allah SWT .. (HR. An-Nasa’I,7315 dan lainnya).

Al-Albani menyatakan dalam kitab “Dhoif An-Nasa’i, hal. 190″: ” Shahih,
kecuali bagian ‘Al-Dunya’ ”. kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/156″, dengan mengatakan bahwa seluruh hadis ini adalah ‘SAHIH’, termasuk bagian ‘Al-Dunya’. Lihatlah sungguh sebuah kontradiksi yang menakjubkan ?!?

No 35 : (Hal. 147 no. 8 )
Hadis dari Buraida ra. : ”Kenapa aku melihat engkau memakai perhiasan para penghuni neraka” (maksudnya adalah cincin besi) (HR. AN-Nasa’I 8/172 dan lainnya).

Al-Albani menyatakan bahwa hadis ini adalah ‘Shohih’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa Ziyadatuh, 5/153 no. 5540″, kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoif An-Nasa’I , hal. 230″ !!!

No 36 : (Hal. 148 no. 9 )
Hadis dari Abu Hurairah ra. : ”Siapapun yang membeli karpet untuk tempat duduk, maka ia punya waktu 3 hari untuk meneruskan atau mengembalikannya dengan catatan tidak ada noda coklat pada warnanya ” (HR. An-Nasa’I 7/254 dan lainnya).

Al-Albani mendhoifkan hadis ini yang ditujukkan pada bagian lafadz ‘3 hari’ yang terdapat dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, hal. 186″, dengan
mengatakan : ” Benar, kecuali bagian ‘3 hari’ ”. Akan tetapi kontradiksi
yang ‘jenius’ kembali ia lakukan dengan mengoreksi kembali status hadis ini dan termasuk bagian lafadz ‘3 hari’ dalam kitab “Shahih Al-Jami’ wa
Ziyadatuh, 5/220 no. 5804″. Jadi sadarlah (Wahai Al-Albani) ?!?

No. 37 : (Hal. 148 no. 10)
Hadis dari Abu Hurairah ra. : ‘Barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari
sholat Jum’at maka ia telah mendapatkan (seluruh raka’at -pent)’ (HR. Ibn Majah 1/356 dan lainnya).

Al-Albani mendhoifkan hadis ini dalam kitab “Dhoif Sunan An-Nasa’i, no. 78 hal. 49″, dengan mengatakan : “Tidak normal (Syadz), dimana lafadz ‘Jum’at’ disebutkan” (dalam hadis ini -pent). Kemudian seperti biasanya ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan hadis yang sama sebagai hadis ‘Shohih’, termasuk bagian lafadz ‘Jum’at’ dalam kitab “Irwa, 3/84 no. 622 .” Semoga Allah SWT meluruskan kesalahan-kesalahanmu ?!?

BERBAGAI KONTRADIKSI YANG DILAKUKAN ALBANI DALAM MENILAI PERAWI HADIS

No 38 : (Hal. 157 no 1 )
KANAAN IBN ABDULLAH AN-NAHMY :- Al-Albani berkata dalam “Shahihah, 3/481″ :
“Kanaan dianggap hasan, karena ia didukung oleh Ibn Mu’in”. Al-Albani
kemudian membuat pertentangan bagi dirinya dengan mengatakan, ”Hadis dhoif karena Kanaan” (Lihat Kitab “Dhoifah, 4/282″)!!

No 39 : (Hal. 158 no. 2 )
MAJA’A IBN AL-ZUBAIR : - Al-Albani telah mendhoifkan Maja’a dalam “Irwaal-Ghalil, 3/242″, dengan mengatakan bahwa: ” Sanad ini lemah karena Ahmad telah berkata : Tidak ada yang salah dari Maja’a, dan Daruqutni telah melemahkannya …”.

Al-Albani kemudian membuat kontradiksi lagi dalam kitab “Shahihah, 1/613″,dengan mengatakan : ”Orang ini (perawi hadis) adalah terpercaya kecuali Maja’a, dimana ia adalah seorang perawi hadis yang baik”. Sungguh kontradiksi yang ‘menakjubkan’ !?!

No 40 : (Hal. 158 no. 3 )
UTBA IBN HAMID AL-DHABI : - Al-Albani telah mendhoifkannya dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 5/237″, dengan mengatakan : ‘Dan ini adalah sanad yang dhoif karena tiga sebab … Salah satunya adalah sebab kedua, karena lemahnya Al-Dhabi, Al-Hafiz berkata : ”perawi yang terpercaya namun sering salah (dalam meriwayatkan hadis -pent)”.

Al-Albani kembali membuat kontradiksi yang sangat aneh dalam kitab
“Shahihah, 2/432″, dimana ia menyatakan bahwa sanad yang menyebutkan Utba : ”Dan ini adalah sanadnya hasan, Utba ibn Hamid al-Dhabi adalah perawi terpercaya namun sering salah, dan sisanya dalam sanad ini adalah para perawi yang terpercaya ???

No 41 : (Hal. 159 no. 4 )
HISHAM IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitab “Shahihah, 1/325″ : “Hisham ibn Sa’ad adalah perawi hadis yang baik.” Kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Irwa Al-Ghalil, 1/283″ dengan menyatakan: “Akan tetapi Hisham ini lemah hafalannya”. Lihat betapa ‘menakjubkan’ ???

No 42 : (hal. 160 no. 5 )
UMAR IBN ALI AL-MUQADDAMI :- Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Shahihah, 1/371″, dimana ia berkata : ”Ia sendiri sebetulnya adalah terpercaya namun ia pernah melakukan pemalsuan yang sangat buruk yang membuatnya tidak terpercaya..”. Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab “Sahihah, 2/259″ dengan menerimanya dan menggambarkannya sebagai perawi yang terpercaya pada sanad yang didalamnya menyebutkan Umar ibn Ali. Al-Albani berkata : ”Dinilai oleh Al-Hakim, yang berkata : ‘A shohih isnad (sanadnya shohih -pent)’, dan Adz-Dzahabi menyepakatinya, dan hadis (statusnya -pent) ini sebagaimana yang mereka katakan (yaitu hadis shohih -pent).” Sungguh ‘menakjubkan’ !?!

No 43 : (Hal. 160 no. 6 )
ALI IBN SA’EED AL-RAZI : Al-Albani telah melemahkannya dalam kitab “Irwa, 7/13″, dengan menyatakan : “Mereka tidak mengatakan sesuatu yang baik tentang al-Razi.” Al-Albani kemudian ia menentang dirinya sendiri dalam kitab-nya yang lain yang ‘menakjubkan’ yang ia karang yaitu kitab “Shahihah, 4/25″, dengan berkata : “Ini sanad (hasan) dan para perawinya adalah terpercaya”. Maka berhati-hatilah ?!?

No 44 : (Hal. 165 no. 13 )
RISHDIN IBN SA’AD : Al-Albani berkata dalam kitabnya “Shahihah, 3/79″ : “Didalamnya (sanad) ada perawi bernama Rishdin ibn Sa’ad, dan ia telah dinyatakan terpercaya”. Tetapi ia kemudian ia menentang dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa ia adalah ‘Dhoif’ dalam kitab “Dhoifah, 4/53″; dimana ia berkata : “Dan Rishdin ibn Sa’ad adalah Dhoif”. Maka
berhati-hatilah dengan hal ini !!

No 45 : (Hal. 161 no. 8 )
ASHAATH IBN ISHAQ IBN SA’AD : Sungguh aneh pernyatan Syeikh Albani ini ?!? Dia berkata dalam kitab “Irwa A-Ghalil, 2/228″: ‘Statusnya tidak diketahui dan hanya Ibn Hibban yang mempercayainya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri sebagaimana biasanya ! karena ia hanya menukil dari kitab dan tidak ada hal lain yang ia lakukan, kemudian ia sebatas menukilnya tanpa pengetahuan yang memadai, hal ini terbukti dalam kitab “Shahihah, 1/450″, dimana ia berkata mengenai Ashath : ”Terpercaya”. Sungguh ‘menakjubkan’ apa yang ia lakukan !?!

No 46 : (hal.162 no. 9 )
IBRAHIM IBN HAANI : Yang mulia ! Yang Jenius ! Sang Peniru ! telah membuat Ibrahim Ibn Hani menjadi perawi terpercaya disatu tempat dan menjadi tidak dikenal (majhul) ditempat yang lain. Al-Albani berkata dalam kitab ‘Shahihah, 3/426′: “Ibrahim ibn Hani adalah terpercaya”, Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri seperti yang ia tulis didalam kitab “Dhoifah, 2/225″, dengan menyatakan bahwa ‘ia tidak dikenal dan hadisnya tertolak’ ?!?

No 47 : (Hal. 163 no. 10 )
AL-IJLAA IBN ABDULLAH AL-KUFI : Al-Albani telah meneliti sebuah sanad
kemudian menyatakan bahwa sanad tersebut baik dalam kitab “Irwa, 8/7″, dengan kalimat : ”Dan ini adalah sanad yang baik, para perawinya
terpercaya, kecuali untuk Ibn Abdullah Al-Kufi yang merupakan orang yang terpercaya”. Tetapi kemudian menentang dirinya sendiri dengan mendhoifkan sanad yang didalamnya terdapat Al-Ijla dan menjadikan keberadaannya (yaitu Al-Ijla -pent) untuk dijadikan sebagai alasan bahwa hadis itu ‘Dhoif’ (Lihat kitab ‘Dhoifah, 4/71′); dimana ia berkata :” Ijla Ibn Abdullah adalah lemah ”. Al-Albani lalu menukil pernyataan Ibn Al-Jauzi (Rahimahullah), dengan mengatakan bahwa : ”Al-Ijla tidak mengetahui apa yang ia katakan” ?!?

No 48 : (Hal. 67-69 )
ABDULLAH IBN SALIH : KAATIB AL-LAYTH :- Al-Albani telah mengkritik Al-Hafiz Al-Haitami, Al-Hafiz Al-Suyuti, Imam Munawi and Muhaddis Abu’l Fadl Al-Ghimari (Rahimahullah) dalam bukunya “Silsilah Al-Dhoifah, 4/302″, ketika meneliti sebuah sanad hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih. Ia berkata di halaman 300 : ”Bagaimana sebuah hadis yang didalamnya terdapat Abdullah ibn Salih akan menjadi baik dan hadisnya menjadi bagus, meskipun ia banyak melakukan kesalahan dan ketelitiannya yang kurang, serta ia pernah memasukkan sejumlah hadis yang bermasalah dalam kitabnya, dan ia menukil hadis-hadis itu tanpa mengetahui (status -pent) darinya”. Ia tidak menyebutkan bahwa Abdullah Ibn Salih adalah salah seorang dari perawi Imam al-Bukhari (yaitu para perawi yang digunakan oleh Imam Bukhari dalam kitab
shohih-nya -pent), hanya karena hal ini ‘tidak cocok dengan seleranya’, dan ia juga tidak menyebutkan bahwa Ibn Mu’in dan sejumlah kritikus hadis ternama telah menyatakan bahwa mereka adalah ‘terpercaya’. Tetapi kemudian ia menentang dirinya sendiri pada bagian lain dari kitabnya dengan menjadikan hadis yang didalam sanadnya terdapat Abdullah Ibn Salih sebagai hadis yang baik, dan inilah nukilannya :

Al-Albani berkata dalam Silsilah Al-Shahihah, 3/229″ : “Dan sanad hadis ini baik, karena Rashid ibn Sa’ad adalah terpercaya menurut Ijma’ (kesepakatan para Ulama hadis -pent), dan siapakah yang lebih darinya sebagai perawi dari hadis Shohih, dan didalamnya terdapat Abdullah Ibn Salih yang pernah mengatakan sesuatu yang tidak membahayakan dengan pertolongan Allah SWT” ?!? Al-Albani juga berkata dalam “Sahihah, 2/406″ tentang sanad yang didalamnya terdapat Ibn Salih : “Sanadnya baik dalam hal ketersambungannya” dan ia katakan lagi dalam kitab “Shahihah 4/647″ : ”Hadisnya baik karena bersambung”.

PENUTUP

Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Yang Terhormat Al-Muhaddis Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof’ dimana dalam kitab-nya tersebut beliau (Rahimahullah) menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari Syeikh Al-Albani dalam kitab-kitab yang beliau tulis seperti contoh diatas. Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyadang gelar ‘Al-Muhaddis’ (Ahli Hadis) dan tidak memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadis dari Universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaik’h yang memang ahli dalam bidang ini.

Dan Para Ulama telah menetapkan kriteria yang ketat agar hanya benar-benar hanya ‘orang yang memang memenuhi kriteria sajalah’ yang layak menyadang gelar ini seperti yang diungkapkan oleh Imam Sakhowi tentang siapa Ahli Hadis (muhaddis) itu sebenarnya :

“Menurut sebagian Imam hadis, orang yang disebut dengan Ahli Hadis (Muhaddis) adalah orang yang pernah menulis hadis, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadis), dan mengomentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadis. Tetapi jika ia sudah mengenakan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masanya, atau menghalalkan (dirinya memakai-pent ) perhiasan lu’lu (permata-pent) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni -pent). Dan hanya mempelajari hadis Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya ,bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddis bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam” ( Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).

Sehingga yang layak menyandang gelar ini adalah ‘Para Muhaddis’ generasi awal seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’I, Imam Ibn Majah, Imam Daruquthni, Imam Al-Hakim Naisaburi ,Imam Ibn Hibban dll.

Sehingga apakah tidak terlalu berlebihan (atau bahkan termasuk Ghuluw -pent) dengan menyamakan mereka (Imam Bukhari, Imam Muslim, imam Abu Dawud dkk -pent) dengan sebagian Syeikh yang tidak pernah menulis hadis, membaca, mendengar, menghafal, meriwayatkan, melakukan perjalanan mencari hadis atau bahkan memberikan kontribusi pada perkembangan Ilmu hadis yang mencapai seribu karangan lebih !?!!.

Sehingga bukan Sunnah Nabi yang dibela dan ditegakkan, malah sebaliknya yang muncul adalah fitnah dan kekacauan yang timbul dari pekerjaan dan karya-karyanya, sebagaimana contoh-contoh diatas.

Ditambah lagi dengan munculnya sikap arogan, dimana dengan mudahnya kelompok ini menyalahkan dan bahkan membodoh-bodohkan para Ulama, karena berdasar penelitiannya (yang hasilnya (tentunya) perlu dikaji dan diteliti ulang seperti contoh diatas), mereka ‘berani’ menyimpulkan bahwa para Ulama Salaf yang mengikuti salah satu Imam Madzhab ini berhujah dengan hadis-hadis yang lemah atatu dhoif dan pendapat merekalah yang benar (walaupun klaim seperti itu tetaplah menjadi klaim saja, karena telah terbukti berbagai kesalahan dan penyimpangannya dari Al-Haq).

Oleh karena itu para Ulama Salaf Panutan Umat sudah memperingatkan kita akan kelompok orang yang seperti ini sbb :

- Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis yang bermadzab Hanafi menukil
pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah AlQira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15 : ”Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan ,padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang bertentangan dengan madzab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW. Padahal hadis ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadis yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadis seperti ini diserahkan secara mutlak
kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang ”.

- Al-Hafidz Ibn Abdil Barr meriwayatkan dalam Jami’ Bayan Al-Ilmu, juz
2hal. 130, dengan sanadnya sampai kepada Al-Qodhi Al-Mujtahid Ibn Laila
bahwa ia berkata : ” Seorang tidak dianggap memahami hadis kalau ia
mengetahui mana hadis yang harus diambil dan mana yang harus ditinggalkan”.

- Al-Qodhi Iyadh dalam Tartib Al-Madarik, juz 2hal. 427; Ibn Wahab berkata : ”Kalau saja Allah tidak menyelamatkanku melalui Malik Dan Laits, maka tersesatlah aku. Ketika ditanya, mengapa begitu, ia menjawab, ‘Aku banyak menemukan hadis dan itu membingungkanku. Lalu aku menyampaikannya pada Malik dan Laits, maka mereka berkata : ”Ambillah dan tinggalkan itu”.

- Imam Malik berpesan kepada kedua keponakannya (Abu Bakar dan Ismail, putra Abi Uwais); ”Bukankah kalian menyukai hal ini (mengumpulkan dan mendengarkan hadis) serta mempelajarinya ?, Mereka menjawab : ‘Ya’ , Beliau berkata : Jika kalian ingin mengambil manfaat dari hadis ini dan Allah menjadikannya bermanfaat bagi kalian, maka kurangilah kebiasaan kalian dan pelajarilah lebih dalam ”. Seperti ini pula Al-Khatib meriwayatkan dengan sanadnya dalam Al-Faqih wa Al-Mutafaqih juz IIhal. 28.

- Al-Khotib meriwayatkan dalam kitabnya Faqih wa Al-Mutafaqih, juz IIhal.
15-19, duatu pembicaraan yang panjang dari Imam Al-Muzniy, pewaris ilmu Imam Syafi’i. Pada bagian akhir Al-Muzniy berkata : ” Perhatikan hadis yang kalian kumpulkan.Tuntutlah Ilmu dari para fuqoha agar kalian menjadi ahli fiqh”.

- Dalam kitab Tartib Al-Madarik juz Ihal. 66, dengan penjelasan yang
panjang dari para Ulama Salaf tentang sikap mereka terhadap As-Sunnah, a.l :

a- Umar bin Khotab berkata diatas mimbar: ”Akan kuadukan kepada Allah orang yang meriwayatkan hadis yang bertentangan dengan yang diamalkan”.

b- Imam Malik berkata : ”Para Ahli Ilmu dari kalangan Tabi’in telah
menyampaikan hadis-hadis, lalu disampaikan kepada mereka hadis dari orang lain, maka mereka menjawab : ”Bukannya kami tidak tahu tentang hal ini. Tetapi pengamalannya yang benar adalah tidak seperti ini” .

c- Ibn Hazm berkata: Abu Darda’ pernah ditanya : ”Sesungguhnya telah sampai kepadaku hadis begini dan begitu (berbeda dengan pendapatnya-pent). Maka ia menjawab: ”Saya pernah mendengarnya, tetapi aku menyaksikan pengamalannya tidak seperti itu” .

d- Ibn Abi zanad , “Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para Ulama dan Fuqoha untuk menanyai mereka tentang sunnah dan hukum-hukum yang diamalkan agar beliau dapat menetapkan. Sedang hadis yang tidak diamalkan akan beliau tinggalkan, walaupun diriwayatkan dari para perawi yang terpercaya”. Demikian perkataan Qodhi Iyadh.

e- Al- Hafidz Ibn Rajab Al-Hambali dalam Kitabnya Fadhl ‘Ilm As-Salaf ‘ala
Kholaf’hal.9, berkata: “Para Imam dan Fuqoha Ahli Hadis sesungguhnya
mengikuti hadis shohih jika hadis itu diamalkan dikalangan para Sahabat atau generasi sesudahnya, atau sebagian dari mereka. Adapun yang disepakati untuk ditinggalkan, maka tidak boleh diamalkan, karena tidak akan meninggalkan sesuatu kecuali atas dasar pengetahuan bahwa ia memang tidak diamalkan”.

Sehingga cukuplah hadis dari Baginda Nabi SAW berikut untuk mengakhiri
kajian kita ini, agar kita tidak menafsirkan sesuatu yang kita tidak memiliki pengetahuan tentangnya :

Artinya : ”Akan datang nanti suatu masa yang penuh dengan penipuan hingga pada masa itu para pendusta dibenarkan, orang-orang yang jujur didustakan; para pengkhianat dipercaya dan orang-orang yang amanah dianggap khianat, serta bercelotehnya para ‘Ruwaibidhoh’. Ada yang bertanya : ‘Apa itu ‘Ruwaibidhoh’ ?. Beliau menjawab : ”Orang bodohpandir yang berkomentar tentang perkara orang banyak” (HR. Al-Hakim jilid 4hal. 512No. 8439 — ia menyatakan bahwa hadis ini shohih; HR. Ibn Majah jilid 2hal. 1339no. 4036; HR. Ahmad jilid 2hal. 219,338No. 7899,8440; HR. Abi Ya’la jilid 6hal. 378no. 3715; HR. Ath-Thabrani jilid 18hal. 67No. 123; HR. Al-Haitsami jilid 7hal. 284 dalam Majma’ Zawa’id).

NB : (Syeikh Saqqof kemudian melanjutkan dengan sejumlah nasihat yang penting, yang karena alasan tertentu tidak diterjemahkan, akan tetapi lebih baik bagi anda untuk menilik kembali kitab ini dalam versinya yang berbahasa arab).

Dengan pertolongan Allah, nukilan yang berasal dari kitab Syeikh Saqqof
cukup memadai untuk menyakinkan para pencari kebenaran, serta menjelaskan siapakah sebenarnya orang yang awam dengan sedikit pengetahuan tentang ilmu hadis.

Perhatikan peringatan Al-Hafidz Ibn Abdil Barr berikut: ” Dikatakan oleh Al-Qodhi Mundzir, bahwa Ibn Abdil Barr mencela dua golongan, yang pertama , golongan yang tenggelam dalam ra’yu dan berpaling dari Sunnah, dan kedua, golongan yang sombong yang berlagak pintar padahal bodoh ” (menyampaikan hadis, tetapi tidak mengetahui isinya -pent) (Dirangkum dari Jami’ Bayan Al-Ilm juz IIhal. 171).

Syeikhul Islam Ibn Al-Qoyyim Al-Jawziyah berkata dalam I’lamu Al-Muwaqqi’in juz Ihal. 44, dari Imam Ahmad, bahwa beliau berkata: ” Jika seseorang memiliki kitab karangan yang didalamnya termuat sabda Nabi SAW, perbedaan Sahabat dan Tabi’in, maka ia tidak boleh mengamalkan dan menetapkan sekehendak hatinya sebelum menanyakannya pada Ahli Ilmu, mana yang dapat diamalkan dan mana yang tidak dapat diamalkan, sehingga orang tersebut dapat mengamalkan dengan benar”.

THE IMAM AL-NAWAWI HOUSE

PO BOX 925393

AMMAN

JORDAN

NB : Dinukil dan disusun secara bebas dari kitab Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof yang berjudul ‘Tanaqadat al- Albani al-Wadihat’
(Kontradiksi yang sangat jelas pada Al-Albani) oleh Syeikh Nuh Ha Mim Killer dan kawan-kawan, dalam versi bahasa Inggris dengan judul ‘AL-ALBANI’S WEAKENING OF SOME OF IMAM BUKHARI AND MUSLIM’S AHADITH
Comments (16)
4 Februari 2009
Sekali berarti setelah itu mati,
Filed under: Tak Berkategori — ahmadfaruq @ 08:24
Tags: Puisi

Saya sangat suka bait puisi Chairil Anwar tersebut.

Seolah mengingatkan bahwa kesempatan kita hidup didunia ini hanya “sekali” saja, so jangan disia-siakan dan harus “punya arti”.

Kemudian diingatkan lagi “setelah itu mati” seolah dinasehatkan kalo berhasil jangan sombong dan menepuk dada, toh setiap orang akhirnya akan mati.

Juga sebagai warning :
1. Adanya hidup sesuah mati.
2. Ada akhirat sesudah dunia.
3. Ada pertanggungjawaban sesudah berbuat.

Terakhir sengaja judul diatas saya akhiri dengan koma (,) bukan titik. Maksudnya biar tidak berhenti statis/pasif, tapi masih koma untuk selanjutnya harus ikhtiar/berbuat.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar